Dadan (48) “Mantri Hutan” yang berhasil membujuk warga turun gunung untuk melestarikan hutan di kawasan Taman Nasional Gunung Ciremai, Majalengka, Jawa Barat.
Semula Dadan dicemooh. Warga tak terima ladang di hutan produksi milik Perhutani diminta dikembalikan ke negara karena telah berubah status menjadi lahan konservasi pada tahun 2008.
Sekarang sedikitnya 472 kepala keluarga, mencicipi manisnya kesadaran merawat hutan. Mereka memiliki penghasilan dari jasa ekowisata.
Empat desa yang dibina Dadan kini berpurwa rupa menjadi desa yang paham konservasi. Mereka bakal jadi desa percontohan desa wisata di Jawa Barat.
Suaranya lembut, nada bicaranya terukur. Dia cukup piawai menyampaikan gagasan. Barangkali https://antadeldorado.com/ karena itulah, dirinya disenangi banyak orang. Namanya pendek, Dadan (48), lelaki supel ini sudah bertugas selama 12 tahun sebagai “Mantri Hutan” di Resor Bantaragung Seksi Wilayah II Taman Nasional Gunung Ciremai (TNGC), Majalengka, Jawa Barat.
“Menghidupkan kehidupan.”
Dua kata itu meluncur dari mulut Dadan sebagai pegangan filosofinya. Kurang lebih artinya alam yang memberi kehidupan bagi manusia. Karena itu, hidup itu harus memberi arti dan bermanfaat bagi sesama mahluk dan lingkungan.
Dadan pun lalu mulai bercerita bagaimana dirinya saat membujuk orang turun gunung demi hutan yang terjaga. Dia masih ingat, saat pertama kali datang di daerah ini, dia menghadapi kerasnya sikap warga.
Kala itu, dia sedang mendapat tugas berat dari atasannya. Yaitu, mengamankan Resor Bantaragung seluas 1.472 hektar dari tindak perambahan masyarakat.
Tugasnya tampak mustahil, bagaimana caranya membujuk warga Bantaragung agar mau turun gunung. Apalagi tanaman itu ditanam dari modal masyarakat sendiri.
“Warga menanam bawang dan komoditas tanaman semusim lainnya. Dari situ mereka memiliki kepastian penghasilan, yang bahkan mungkin sudah berlangsung turun temurun.”
Dalam sejarah pengelolaannya, sejak awal 1970-an blok kawasan itu dikelola Perum Perhutani. Masyarakat kala itu diberi keleluasaan bercocok tanam dengan sistem tumpang sari dalam program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM).
Dengan berubah status kawasan menjadi kawasan konservasi di bawah taman nasional tahun 2008, maka kawasan tersebut harus dikembalikan kepada fungsi semula.
Tugas Dadan pun terasa jadi semakin berat karena melibatkan emosi. Dia perlu mawas diri. Dia pun terus memikirkan bagaimana cara yang bijak agar tak mengundang bara konflik.
“Saya inginnya mengikuti petuah herang caina, beunang laukna (tetap bening airnya, dapat ikannya),” tuturnya menyebut salah satu peribahasa bahasa Sunda.
Langkah pertama yang dia jalani adalah mengunjungi warga satu persatu. Dadan mulai mengamati rutinitas dan pola kehidupan keseharian warga.
Selama tiga tahun bertugas di masa-masa awal, dia pun menumpang tidur dan berkantor di rumah-rumah warga. Berpindah dari satu kampung ke kampung. Termasuk tidur di rumah tokoh-tokoh kampung.
“Saya ikuti hampir semua kegiatan warga, mulai dari hajatan, pengajian, hingga rapat rutinan di kampung. Itu cara saya untuk membangun rasa dengan masyarakat,” kenang Dadan yang asli Sumedang, Jawa Barat.
Sambil duduk-duduk santai di pekarangan, dia menceritakan tentang siklus air dengan gambaran yang sederhana, berikut dampaknya jika hutan menjadi gundul.
Tema perbincangan pun tak melulu tentang kaidah konservasi yang rigid dan berat. “Sesekali saya tanyakan juga kebutuhan dasar seperti kondisi air.”
Warga pun balik bercerita. Sebagian dari mereka mengeluhkan sungai di kampung mereka perlahan mengering. Bahkan, ada juga sumber-sumber mata air ikut hilang karena gunung tak berhutan.
“Dari sini kesadaran warga tentang pentingnya menjaga hutan pelan-pelan terbentuk.”
Terus menjalin rasa, tak jarang Dadan menjadi tukang shooting dadakan. Ia tak segan menawarkan jasa shooting hajatan kepada warga tanpa memperhitungkan imbalan. Berbekal kamera serta teknik seadanya, Dadan pede merekam hajatan dari rumah ke rumah.
Hasil rekaman itu disusun sendiri dengan diselipkan info, gambar, dan seruan tentang pentingnya menjaga hutan dan dampak buruknya jika hutan rusak.
Kadang-kadang, ia bersafari ke sekolah-sekolah. Semisal ke acara kelulusan. Pada kesempatan itu, Dadan mulai memberikan “wejangan” yang dikemas apik melalui pesan audio visual.
“Saya himbau kepada adik-adik supaya rajin merawat pepohonan,” katanya.
Baca Juga : Cara Menjaga Kelestarian Air yang Bisa Kamu Lakukan di Rumah maupun Luar Rumah